ZoyaQQ Lounge - Ada banyak hal yang dapat memengaruhi relasi suami-istri agar terjalin secara sehat, salah satunya adalah aspek kesehatan seksual dan reproduksi. Jika bicara tentang dua hal ini, maka para calon pengantin lebih banyak mendefinisikannya dengan melakukan pemeriksaan premarital untuk memastikan ada tidaknya penyakit genetik, infeksi menular seksual, dan kesuburan masing-masing pihak. Sering kali kita melupakan aspek kesehatan seksual yang termasuk di dalamnya adalah consent dan pengetahuan seksualitas masing-masing.
Memasuki jenjang pernikahan dengan hubungan yang dibangun berdasarkan saling percaya dan menghargai.
"Pada prinsipnya kesehatan seksual dan reproduksi memiliki aspek yang sangat luas dalam kehidupan kita, mulai dari informasi terkait tentang reproduksi, infeksi menular seksual (IMS), kontrasepsi, dan ada juga elemen hubungan manusia seperti relasi, gender, seksualitas dan HAM." Demikian dr. Alegra Wolter dari Docquity Indonesia menjelaskan kepada Bridestory. Dengan membicarakan kesehatan seksual dan reproduksi jauh sebelum pernikahan, maka dapat menciptakan hubungan yang didasarkan rasa saling percaya dan menghargai. "Membicarakan seksualitas secara terbuka dengan pasangan akan memengaruhi kualitas hubungan dalam pernikahan. Semakin kita bisa membicarakan desire, fantasi, hingga riwayat seksual secara terbuka, maka trust atau rasa percaya lebih mudah tercipta. Bila sudah ada trust maka akan muncul respect. Dari keduanya inilah lahirlah cinta yang setara," papar dr. Alegra yang juga berpraktek di Klinik Angsamerah ini.
Adapun cinta yang setara adalah relasi yang menitikberatkan pada adanya consent atau persetujuan dari kedua belah pihak tentang segala hal, terutama seksualitas. Tujuannya adalah agar relasi yang dibangun tidak membuat Anda atau pasangan jatuh kedalam hubungan yang abusive baik secara mental, fisik, maupun seksual.
Hal yang sama pun disepakati oleh Sisilism, Aktivis dan Edukator Kesehatan Seksual. Ia bahkan menegaskan, jika Anda dan pasangan sudah bisa secara terbuka membicarakan tentang seksualitas dan reproduksi maka akan lebih mudah untuk membicarakan hal-hal sensitif lainnya dalam membangun rumah tangga. "Karena ini melatih masing-masing pihak untuk membentuk komunikasi yang berdasarkan saling percaya dan setara. Kalau sudah begini aku rasa komunikasi akan jauh lebih enak karena berhasil menciptakan bonding yang lebih kuat. Jadi isu sensitif lainnya dalam pernikahan bisa dibicarakan dengan lebih enak."
Tak hanya itu, Sisilism juga meyakini komunikasi yang terbuka mengenai kesehatan seksual dan reproduksi akan membangun kesadaran Anda dan pasangan tentang pentingnya kesehatan seksual. Alhasil terbentuk kesadaran untuk melakukan tes infeksi menular seksual dan menjaga kebersihan alat kelamin sebagai bagian dari saling melindungi. "Yang susah adalah awal membicarakannya atau awal melakukan pemeriksaannya, tapi jika keduanya sudah punya level kesadaran serta pengetahuan akan kesehatan seksual yang sama maka bisa jadi saling mengingatkan."
Ini tandanya Anda dan pasangan sudah siap membicarakan tentang kesehatan seksual dan reproduksi.
Lantas, kapankah waktu yang ideal membicarakan tentang kesehatan seksual dan reproduksi dengan pasangan? Lalu bagaimanakah membuka topik pembicaraan ini secara kasual dengan pasangan? Sisilism menjawab, sangat tergantung pada kenyamanan Anda. Ada orang yang mulai sadar dan merasa perlu membicarakannya sejak awal berpacaran atau ada juga yang membicarakannya di bulan ketiga, kelima atau bahkan setahun setelah berpacaran. "Sangat tergantung pada dinamika hubungannya dan ketika sudah sama-sama percaya dengan hal-hal lainnya."
Bagi Sisilism kata kuncinya adalah, "Ketika intuisi Anda sudah tidak ada lagi keraguan. Artinya, Anda sudah tidak worry lagi untuk membicarakannya. Biasanya kalau intuisi sudah memberikan tanda maka Anda bisa dengan bebas serta terbuka membicarakannya dengan pasangan," ucapnya antusias.
Melengkapi pendapat Sisilism, dr. Alegra menyebutkan seputar kesehatan seksual-reproduksi, sebaiknya dilakukan secara terbuka dan rasional. Meski belum ada riset pasti yang menyebutkan kapan pasangan dapat mengeksplorasi aspek seksualitas dalam hubungan, beberapa riset menunjukkan sebaiknya dilakukan setelah melewati masa honeymoon phase. "Secara teori, biasanya honeymoon phase muncul hingga 3 bulan setelah pacaran. Setelah itu kita bisa melihat pasangan secara jelas tanpa dipengaruhi rasa mabuk kasmaran." Ia juga mengingatkan, jika pada saat membicarakan tentang kesehatan seksual dan reproduksi ternyata pasangan tidak bisa memenuhi ekspektasi serta nilai-nilai yang menurut Anda fundamental, maka sebaiknya tidak memaksakan diri untuk berada dalam hubungan tersebut. "Sangat penting untuk menjalin hubungan yang sehat bersama orang yang sesuai dengan ekspektasi dan kebutuhanmu sebagai manusia yang utuh," tegasnya.
Tetapi perlu juga diingat bahwa membicarakan kesehatan seksual dan reproduksi, selain dilakukan secara terbuka juga tanpa ada penghakiman. "Sering kali kita dibesarkan dalam lingkungan yang memberikan stigma buruk terhadap seksualitas dalam bentuk apapun, sehingga tabu untuk dibicarakan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk bisa terbuka dengan pasangan tanpa menghakimi." Demikian dr. Alegra mengingatkan.
Adapun cara yang bisa dilakukan untuk membuka pembicaraan terkait hal ini, menurut Sisilism adalah dengan menciptakan momentum. Ia kemudian mencontohkan, Anda bisa memulainya dengan mengajak pasangan mengikuti webinar tentang kesehatan seksual dan reproduksi. Atau jika Anda baru mengikuti webinar terkait topik tersebut, bagikan informasinya kepada pasangan. Inisiatif ini juga bisa dilakukan oleh laki-laki, misalnya dengan bertanya kepada pasangan tentang siklus menstruasinya dan adakah keluhan yang dirasakan. "Dimulai dari hal-hal yang tidak langsung ke intinya tapi bisa menjadi pemantik untuk menciptakan conversation," jelasnya seraya menyebutkan sebaiknya memilih tempat berbicara yang juga tenang sehingga Anda dan pasangan bisa berdiskusi dengan positif.
Pada akhirnya, dr. Alegra pun meyakini pasangan yang berhasil membicarakan kesehatan seksual dan reproduksi secara terbuka dengan maturitas emosional yang baik, akan menciptakan kenyamanan bagi keduanya. Alhasil ketika memutuskan untuk memasuki kehidupan pernikahan, kenyamanan inilah yang menjadi dasar keintiman dalam berhubungan seksual yang berkualitas. "Karena relationship itu sangat delicate dan personal. Dan membicarakan kesehatan seksual dan reproduksi, tidak hanya tentang fisik saja tapi juga elemen psikologis di dalamnya. Inilah mengapa self-awareness atau kesadaran diri adalah salah satu kunci utama untuk membentuk hubungan yang sehat dan setara,"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar